Kloning
era modern dimulai tahun 1958 saat ahli fisiologi tanaman Inggris RC
Steward (1904 – 1993) mengklon tanaman wortel dari sel tunggal dewasa
yang diletakkan dalam kultur nutrisi yang mengandung hormon. Kloning sel
hewan pertama terjadi tahun 1964, saat ahli biologi molekuler
inggris John B Gurdon (1933 – 1989) mengambil nukleus dari sel testis
kecebong dan menyuntikkannya kedalam telur yang tidak subur. Nukleus sel
ini dalam telur itu telah dihancurkan dengan sinar ultraviolet, tapi
saat telur di erami, Gurdon menemukan kalau 1-2% dari telur tersebut
berhasil berkembang menjadi katak dewasa yang subur.
Kloning mamalia pertama yang sukses terjadi hampir 20 tahun lalu, saat
para ilmuan Swiss dan Amerika Serikat berhasil mengkloning tikus
menggunakan metode yang sama dengan pendekatan Gurdon. Metode mereka
memerlukan satu langkah tambahan, yaitu setelah mengambil nukleus dari
janin semacam tikus, mereka mengirimnya kedalam janin tikus jenis lain.
Tikus yang disuntikkan ini berperan sebagai ibu angkat. Kloning hewan
ternak di coba juga tahun 1988, saat janin dari sapi juara di
transplantasikan pada telur sapi yang tidak subur yang nukleusnya
sendiri telah dibuang. Terobosan yang lebih besar lagi terjadi tanggal
24 februari 1997, dengan kelahiran seekor domba bernama Dolly di
Edinburg, Skotlandia. Dolly bukan domba biasa : Ia adalah mamalia
pertama yang lahir dari kloning sel dewasa. Jadi, ia direproduksi secara
aseksual dalam bentuk kloning yang direkayasa genetik, ketimbang proses
normal apapun. Hebatnya, ia menunjukkan kemampuan untuk bereproduksi
gaya lama saat tanggal 23 april 1998, ia sendiri melahirkan anak bernama
Bonnie.
Giliran Manusia?
Walau kelahiran Dolly dan Bonnie memunculkan harapan, mereka juga
memunculkan rasa takut. Kalau mamalia besar saja seperti domba dapat di
klon, apalagi manusia? Sejak tahun 1993 sudah ada usaha untuk
mengkloning janin manusia sebagai bagian dari studi fertilisasi in vitro
(perkawinan luar tubuh). Tujuannya untuk mengembangkan telur subur
dalam tabung uji dan kemudian menanamkannya dalam rahim wanita yang
tidak bisa hamil. Telur subur ini, walau begitu, tidak berkembang sampai
tahap yang cocok untuk di transplantasikan ke rahim manusia.
Lalu tanggal 13 oktober 2001, para ilmuan dari Advanced Cell Technology
di Worcester, Massachusetts, berhasil mengklon janin manusia. Mereka
belum membuat hidup manusia, tapi mereka mengembangkan sumber jaringan
syaraf dan jaringan lain yang dapat digunakan untuk kedokteran dan
penelitian. Tetap saja berita itu sangat menggemparkan rakyat amerika
dibalik tragedi serangan teroris 11 September. Sel manusia sudah bisa di
reproduksi, dan sekali lagi tampak kalau produksi klon manusia itu
mungkin dilakukan.
Mudah dipahami bagaimana orang merespon dengan hati-hati berita
demikian. Ketakutan ini lebih berhubungan dengan hollywood daripada
sains sih. Faktanya, pencapaian perusahaan dari Massachusetts tersebut,
walaupun merupakan kemajuan ilmiah yang mengesankan, masih jauh
dibandingkan citra Frankenstein yang dibangun oleh para anti rekayasa
genetik. “Mengkloning janin” kedengarannya dramatis, padahal
kenyataannya hanya satu janin yang baru mencapai ukuran enam sel sebelum
sel tersebut berhenti membelah. Cuma enam sel! Ia bahkan ga dapat
dilihat oleh mata tanpa mikroskop loh. Wew, jauh banget dari yang
namanya tentara klon seperti di film Star Wars itu.
Kloning yang dilakukan oleh perusahaan dari Massachusetts itu adalah
semacam kloning terapis, karena melibatkan produksi materi genetik untuk
perawatan kondisi khusus. Itu jauh dari kloning yang bertujuan
reproduktif, yang membutuhkan penanaman janin klon kedalam rahim – dan
bahkan masih jauh banget dari citra klon yang dilahirkan dalam tabung
uji tanpa orang tua satupun selain materi biologis yang dipakai untuk
membuatnya.
Gagasan demikian terkait dengan visi dari novel Aldous Huxley tahun 1932
berjudul Brave New World daripada fakta ilmiah. Dan bahkan jika manusia
ingin mengembangkan teknologi demikian, akan jauh sekali di masa depan.
Bahkan bisa jadi “menciptakan kehidupan” lewat cara demikian adalah
mustahil, bila ya, pencapaian demikian sama halnya saat dimana kita di
masa depan berhasil pergi ke tata surya lain.
Ini bukan berarti kalau semua ketakutan kita pada kloning dan rekayasa
genetika sebenarnya tidak beralasan; sebaliknya, itu adalah sebuah sikap
skeptik yang penting. Menjadi skeptik itu bagus, sejauh kita punya
alasan yang kuat untuk bersikap kritis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar